Selasa, 15 November 2011

memiliki kehilangan

memiliki kehilangan, seperti lagunya letto...
aku merasakannya kini...
aku memiliki seorang kekasih yang awal mulanya kita kenalan via FB, n seteah sering komunikasi aku merasanyaman n senag sekali punya teman seperti dia, n waktu di memuuskan untuk pergi main ketempatku awalnya aku ga percaya karana aku sudah bilang padanya klo aq dah punya cowo, eh ternyata dia benar nekat n datang menemiu aku,
setelah ngorol aq senag banget n waktu dia ngajak keluar pergi makan n aku mau n merasa senang bila pergi dengannya, tampa ada aku memikirkan klo cowo ku jg akan datang n mengajak ku jalan tapi demi ingin pergi bersamanya aku tak permasalahkan semua itu.
ga tau pertama kali bertemu dengannya entah kenapa ada getar@ rasa yang aneh d dada ku. walau hanya sebentar bersamanya aq senang.
sampai pada akhirnya ku putus dg cowo ku n aq putuskan untuk menjalin hubungan dengannya yaitu lebih dari sekedar teman.
awal pacaran semua sangat menyeangkan dan indah sungguh banyak waktu yang di miliki nya bersama ku, tapiitu hanya sementara, setelah jalan 2 bulan hubungan itu terasa mulai aneh dan asing, waktu yang dimilikinya sudah tak sepenuhnya lagi meenjadi miliku, aku memaklumi dan memahami semua itu karna di samping dia kluah dia jg kerja, tapi setiap kali ku memaklumi n memahaminya aq merasa dia semakin jauh, tak pernah lg nlfon n sms aq, n aq pun mulai agresif utk slalu sms n nlfn dia. tapi lama-lama aku mulai bosan n muak karna aku merasa semua itu hanya sia-sia n tak pernah di angap berhharga.
aq mencoba bertahan sampai sekarang dengan usia pacaran kita yang hampir memasuki 2th,
n sekarang sungguh aq mati rasa dengannya, biasanya setiap kali aq tak dapat kabar darinya n jika dia tak bls n angkat tlfn dari ku aq pasti nagis n merasa sangat putus asa, tapi sekarang aku sudah mulai terbiasa d perlakukan seperti itu, aku tetap berstatus berpacaran dengannya tapi di hatiku namnya sudah mulai memudar, n kadangkala aku lupa klo aq punya cowo..
aq kehilangan dia setelah aku memilikinya.
apa yang harus aku lakukan???
mencari penganti pun mustahil bagiku, mgkin aq mersa trauma untuk memulai kembali sebuah hubungan baru dengan lelaki lain...
aq tak akan memutus kan n meningalkannya sebelum dia yang menginginkan nnmengatakan langsungg kepada ku untuk mengakhiri semua hubungann ini.

Sabtu, 16 Juli 2011

keperawatan jiwa pada lansia

BAB II
Keperawatan Jiwa pada Lansia

Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan professional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.
A. Peran Perawat Jiwa Lansia
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Sebagai konsultan, perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Praktek perawat ahli jiwa lansia yang telah lulus menempuh pendidikan spesialis di bidang ini dan mungkin akan bekerja di agensi untuk membantu pegawai dalam menjalankan program terapeutik untuk senior dengan gangguan psikiatrik atau perilaku. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, , remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.
B. Teori Penuaan
Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan semua variable yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural.
1. Teori Biologis
a. Biological Programming Theory
Teori program biologis merupakan suatu proses sepanjang kehidupan sel yang terjadi sesuai dengan sel itu sendiri. Teori waktu kehiduan makhluk memperlihatkan adanya kemunduran biologis, kognitif, dan fungsi psikomotor yang tidak dapat dihindari dan diperbaiki, walaupun perubahan diet atau hipotermi dalam waktu yang lama dapat menunda proses tersebut.
b. Wear and Tear Theory
Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi dapat dipercepat oleh perlakuan kejam dan diprlambat oleh perawatan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penuaan merupakan hasil dari akumulasi stres, trauma, luka, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan imunologi, dan perlakuan kasar yang lama.Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan.

c. Stress-Adaptasi Theory
Teori adaptasi stres ini menegaskan efek positif dan negatif dari stres pada perkembangan biopsikososial. Sebagai efek positif, stres menstimulasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru, jalan adaptasi yang lebih efektif. Efek negatif dari stres bisa menjadi ketidakmampuan fungsi karena perasaan yang terlalu berlebihan. Stres sering di asumsikan dapat mempercepat proses penuaan. Stres dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan seseorang, baik secara fisiologi, psikologis, sosial dan ekonomi. Hal ini dapat berakibat sakit atau injuri.
2. Teori psikologis
a. Erikson’s Stage of Ego Integrity
Teori Erikson tentang perkembangan manusia mengidentifikasi tugas yang harus dicapai pada setiap tahap kehidupan. Tugas terakhir, berhubungan dengan refleksi tentang kehidupan seseorang dan pencapaiannya, ini diidentifikasi sebagai integritas ego. Jika ini tidak tercapai maka akan mengakibatkan terjadinya gangguan.
b. Life Review Theory
Pada lansia, melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan proses yang normal berkaitan dengan pendekatan terhadap kematian. Reintegrasi yang sukses dapat memberikan arti dalam kehidupan dan mempersiapkan seseorang untuk mati tanpa disertai dengan kecemasan dan rasa takut. Hasil diskusi terakhir tentang proses ini menemukan bahwa melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan salah satu strategi untuk merawat masalah kesehatan jiwa pada lansia.
d. Stability of Personality
Perubahan kepribadian secara radikal pada lansia dapat mengakibatkan penyakit otak. Para peneliti menemukan bahwa periode krisis psikologis pada saat dewasa tidak akan terjadi pada interval regular. Perubahan peran, perilaku dan situasi membutuhkan respon tingkah laku yang baru. Mayoritas lansia pada studi ini memperlihatkan adaptasi yang efektif terhadap kebutuhan ini.
3. Teori Sosiokultural
a. Disengagement Theory
Postulat pada teori ini menyatakan bahwa lansia dan penarikan diri dari lingkungan sosial merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Terdapat stereotype yang kuat dari teori ini termasuk ide bahwa lansia merasa nyaman bila berhubungan dengan orang lain seusianya.
b. Activity Theory
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan keaktifan beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan efek positif dari aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan jiwa, dan kepuasan dalam hidup.
c. The Family in Later Life
Teori keluarga berfokus pada keluarga sebagai unti dasar perkembangan emosi seseorang. Teori ini berpendapat bahwa pusat proses siklus kehidupan adalah perubahan sistem hubungan dengan orang lain untuk medukung fungsi masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Gejala fisik, emosi, dan sosial dipercaya merupakan repleksi dari masalah negosiasi dan transisi pada siklus kehidupan keluarga.
C. Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
D. Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
E. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
F. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
G. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
1. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
2. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
3. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
4. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .

H. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
H. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
I. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
J. Mobilisas
` Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
K. Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
L. The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.

M. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji.
N. Nutris
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
O. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
P. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
Q. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
R. Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa

SEMOGA DAPAT BERMANFAAT DENGAN BAIK ^_^

Kamis, 05 Mei 2011

MUAK

hari ne aku mulai merasa sedih lagi
siapa lagi yang buat ku sedih kalo bukan dia
cowok yang super duper menyebalkan
selalu dia buat aku nangis,
kadang aku merasa kalo dia udah ga sayang lagi ama aku
aku merasa dia dah mualai bosan dan jenuh sama aku
begitu pun sebaliknya
rasanya pengen ku cari ganti yang lain
aku pengen cari seseorang yanga akan slalu membuat q tersenyum dan bahagia.
seorang cowo yang ga mau liat aq terluka...
kadang mank benar
ketika kita dah kehilagan sesuatu, maka dia akan amat sangat berharga terasa.
hufftt
aku mulai merasakan kehilangannya
walau tak tampak indah
tapi itu sungguh sempurna..
sedih
hanya itu yang ku rasa saat ini.....
adakah seorang malikat yang akan membuat q tersenyum kembali???

Selasa, 26 April 2011

23.00 malam

ga kerasa ja udah jam 23.00 malam...
mata ne belum bisa terpejam...
proposal pun belum ada lagi mendapatkan pencerahan,
judul mana yang harus di teliti,
tempatnya dan apa permasalaahan yang perlu di angkat dan di jadikan sebuah penelitian..
ya allah, beginilah nasib mahasiswa semester terakhir...
begadang sampai malam
pagi-pagi ku terkapar...
sampai-sampai telat untuk datang kuliah..
hidup ga ada semangat
pengen seperti yang lain
tapi nasib berkata lain...
sabar
perjuangan masih panjang
aq ga bole menyerah dan benar-benar harus berjuang...
adakah yang dsapat membantu ku
????
jawabannya hanyalah diri ku sendiri...
kecewa, aku yang menentukan
bahagia itu aku yang inginkan...
berjuang
harus terus berjuang....

Senin, 14 Februari 2011

waktu KU



waktu adalah sesuatu yang akan terus berjalan dan tidak akan dapat kita hentikan...
hmmmmm
jadi ingat perkataan kekasih ku pada ku saat aku benar benar terpurk dan terasa sudah hhampir hancur oleh keadaan
"sesutu yang snagt jauh dari kita dalah masalalu"
jadi biarkan masalalu itu pergi seberapapun kita mau mengejarnya maka dia kan semakin jauh dan hilang
dia hanya akan tertinggal dalam i ngatan dan menjadi sebuah kenangan.
kita ga hidup dalam masalalu, kita akan tetap menjalani hidup tanpa masalalu tersebut...
aq sadar dan aku mulai bangkit dan sejak itu aku mulai menyadari dan aku akantetap menjalani hidupku yaitu dengan kenangan masalalu yang bisa ku jadikan pelajaran dan penhgalaman dalam hidupku yang akan datang.
waktu jualah yang telah mempertemukan akau dengan kebahagiaan dan kesedihan,,,
waktu jualah yang telah mempertemukan aku dengan sebuah masalalu dan kenangan
waktu jualah yang telah mempertemukan aku dengan seoarng kekesih dan sahabat sejati...
aku tak akan pernah menyalahkan waktu
karna waktu itu yang akan mengajari aku banyak hal dan pengalaman2 hidup yang akan membuat aku lebih mengerti dengan kehidupan

waktu by; dola miss tegar :)

12 asuhan keperawatan bayi dan anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit akut dan infeksi umumnya dapat menyerang bayi dan ank yang baru lahir. Pada bab ini, kami membahas kepada asuhan keperawatan pada bayi dan anak dengan penyakit akut dan infeksi. Penyakit akut dan infeksi yang sering diderita anak dan bayi diantarany diare, DHF, kejang pada anak dan demam Thypoid. Solusi dalam hal ini adalah memberikan pengajaran kepada orangtua mengenai kesehatan dan perawatn anak dan bayi di rumah.Namun dalam menjalankannya seseorang harus mengetahui bayak hal seperti penyesuaian terhadap kehidupan, pengkajian klinis dan yang pasti asuhan keperawatan pada bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan, intervensi, implementasi, dan evaluasi) .Dalam hal ini penulis dapat membantu pembaca untruyk mendapatkan informasi tersebut, sehingga pembaca dapat mengetahui tentang asuhan apa saja yang akan diberikan kepada bayi dan anak yang menderita penyakit tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar masing-masing penyakit?
2. Apa saja tanda dan gejala yang sering terdapat pada bayi sesuai dengan penyakitnya?
3. Apa saja masalah yang sering dialami pada anak sesuai dengan penyakit?
4. Bagaimana perencanaan tindakan pada anak sesuai dengan masalah pada masing-masing penyakit?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Bias dan mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak dengan penyakit akut dan infeksi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang konsep dasar masing-masing penyakit.
b. Mampu mengkaji tanda dan gejala yang sering terdapat pada bayi sesuai dengan penyakitnya.
c. Mampu menentukan masalah yang sering dialami pada anak sesuai dengan penyakit.
d. Mampu menentukan perencanaan tindakan pada anak sesuai dengan masalah pada masing-masing penyakit.
BAB II
PEMBAHASAN
DIARE
A. DEFINISI
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. (Suriadi,Rita Yuliani, 2001).
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002).
Diare merupakan salah satu penyakit yang paling banyak terjadi pada masa kanak-kanak, didefenisikan sebagai peningkatan dalam frekuensi, konsistensi, dan volume dari feces (Mc.Kinney, Emily Stone et al, 2000).

B. JENIS DIARE
Ada beberapa jenis diare, yaitu:
1. Diare cair akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah, mungkin disertai muntah dan panas. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dengan atau tanpa lendir dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif.
3. Diare persisten, yaitu diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita diare ini berdasarkan acuan baku diare dan tergantung juga pada penyakit yang menyertainya.

Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
• Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
• Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/ lebih. Terbagi atas diare persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
• Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah

Pedoman MTBS tentang klasifikasi diare
Tanda dan gejala yang tampak Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda dan gejala berikut :
- Letargi/ tdk sadar
- Mata cekung
- Tdk bisa minum/malas minum
- Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat diare dengan dehidrasi berat
Terdapat 2 atau lebih tanda dan gejala berikut :- Gelisah, rewel atau mudah marah
- Mata cekung
- Haus, minum dengan lahap
- Cubitan kulit perut kembalinya lambat dehidrasi dengan dehidrasi ringan/ sedang
Tdk cukup tanda2 untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang diare tanpa dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan dehidrasi diare persiten berat
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai dengan dehidrasi diare persiten
Terdapat darah dalam tinja (berak campur darah) disentri

C. ETIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis.
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi:
• Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Aeromonas, dll.
• Infeksi Virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astovirus, dll.
• Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris), Protozoa (entamoeba histolitika, giardia lamblia), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti OMA, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dsb.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (misal, sayuran), dan kurang matang.
4. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas dan tegang, jika terjadi pada anak akan menyebabkan diare kronis.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:
1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
2. Suhu tubuh meninggi
3. Feces encer, berlendir atau berdarah
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5. Anus lecet
6. muntah sebelum dan sesudah diare
7. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
8. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.

E. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein

F. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk memperoleh hasil yang baik pengobatan harus rasional.
1. Pemberian cairan pada diare dehidrasi murni
a. Jenis cairan
1) Cairan rehidrasi oral
• Formula lengkap, mengandung NaCl, NaHCO3, KCl, dan Glukosa
• Formula sederhana, hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain.
2) Cairan parenteral
b. Jalan pemberian cairan
1) Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
2) Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
3) Intravena untuk dehidrasi berat.
c. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang hilang didasarkan pada berat badan dan usia anak
d. Jadwal pemberian cairan
1) Belum ada dehidrasi
• Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
• Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
2) Dehidrasi ringan
• 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
• Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
3) Dehidrasi sedang
• 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
• Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
4) Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
2. Pengobatan dietetik
a. Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanannya adalah:
• Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak tak jenuh)
• Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim)
• Susu khusus, sesuai indikasi kelainan yang ditemukan
b. Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanannya adalah makanan padat atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
3. Obat – obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)
a. Obat antisekresi
b. Obat antispasmolitik
c. Obat pengeras tinja
d. Antibiotika, kapan perlu

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Anak
Nama, umur, tempat/ tanggal lahir, alamat/ No telp, tingkat pendidikan dll.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat kelahiran ; Panjang Lahir, Berat Badan Lahir Rendah
• Riwayat Nutrisi ; Mal Nutrisi, KEP, Pola Makan dan Minum, Tipe Susu Formula
• Riwayat diare ; Berulang, Penyebab
• Pola Pertumbuhan
• Riwayat Otitis media dan atau infeksi lainnya
• Memakan makanan yang tidak bersih
• Kurangnya persnal higiene (tidak mencuci tangan sebelum makan, tempat bermain yang kotor)
• Pernah menderita OMA, tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis
• Malabsorbsi karbohidrat (misalnya : intoleransi laktosa), lemak dan protein
• Alergi terhadap makanan tertentu

c. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Riwayat Diare : Frekuensi, Penyebab
• Riwayat Tinja : Jumlah, warna, bau, konsistensi, waktu BAB
• Kaji Intake dan Output BAB > 3x sehari dengan konsistensi encer
• Anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang
• Tinja makin cair disertai lendir atau darah. Warna tinja berubah jadi hijau karena bercampur dengan empedu
• Daerah disekitar anus lecet karena sering defekasi
• Muntah bisa terjadi sebelum dan sesudah diare
• Gejala dehidrasi mulai tampak jika pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit
• Diuresis : terjadi oliguria (<1 ml/kg/jam), pada dehidrasi berat tidak ada urine d. Pengkajian Sistem 1) Pengkajian umum a) Kesadaran b) Tanda – tanda vital Suhu tubuh : Pengukuran suhu melalui mulut (anak > 6 th)
Pengukuran axilla (<4 – 6 th) Nadi : kuat, lemah, teratur/ tidak. Nafas : kedalaman, irama, teratur/ tidak TD : Sistolik/ diastolik, tekanan nadi c) TB / BB d) Lingkar kepala e) Lingkar Dada 2) Pengkajian fisik Tingkat dehidrasi % kehilangan berat badan Bayi Anak besar Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60ml/kg) Dehidrasi berat 10-15 % (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg) a) Kepala : Higiene kepala dan Ubun-ubun cekung b) Mata Palpebra : cekung/ tidak Konjungtiva : anemis/tidak Sklera : ikterik/tidak c) Hidung : Sianosis, epistaksis d) Mulut Membran mukosa : pink, kering e) Telinga : Apakah ada infeksi/ tidak f) Sistem kardiovaskuler Nadi apeks : irama teratur/ tidak Nadi perifer : irama teratur/ tidak Bunyi jantung : murni/ bising Kulit : pucat/ sianosis g) Sistem pernapasan Frekuensi napas Bunyi napas : murni/ bising Kedalaman, Pola napas h) Sistem persarafan Tingkat kesadaran Pola tingkah laku Fungsi pergerakan : ketahanan, paralysis Fungsi sensori : Rf fisiologis, Rf patologis i) Sistem musculoskeletal : Gaya berjalan, Persendian, Kesimetrisan j) Sistem pencernaan Bising usus : ada/ tidak, frekuensi Distensi abdomen : ada/tidak Mual/ muntah k) Sistem eliminasi ( BAB dan BAK ) : Frekuensi, konsistensi, bau, warna e. Faktor Psikososial • Tahap perkembangan anak, kebiasaan di rumah • Metode koping orangtua dan anak • Interaksi orangtua dan anak f. Pengkajian Keluarga • Jumlah anggota keluarga • Pola komunikasi • Pola interaksi • Pendidikan dan pekerjaan • Kebudayaan dan keyakinan • Fungsi keluarga g. Pemeriksaan Laboratorium • Pemeriksaan tinja : makroskopis dan mikroskopis, pH, kadar gula • Keseimbangan asam basa dalam darah • Kadar ureum dan kreatinin ( mengetahui faal ginjal) • Elektrolit : Na, K, Ca, F, dalam serum (terutama diare yang disertai kejang) • Intubasi duodenum ( mengetahui jenis parasit) 2. Diagnosa Keperawatan a. Kurang volume cairan b.d seringnya buang air besar dan encer Tujuan Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan: • Pengeluaran urin sesuai • Pengisian kembali kapiler kurang dari 2 detik • Turgor kulit elastis • Membran mukusa lembab • Berat badan tidak menunjukkan penurunan Criteria hasil • Anak mendapatkan cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang • Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat ditandai dengan membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, mata normal, TTV DBN. Intervensi Rasional Mandiri 1. Kaji status hidrasi 2. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan 3. Monitor tanda-tanda vital Kolaborasi 4. Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Ht, pH, serum albumin 5. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit dan cairan parenteral) 6. Pemberian obat sesuai indikasi Antidiare Antibiotik 1. Indikator langsung status cairan/ perbaikan ketidakseimbangan 2. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan 3. Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/ keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan 4. memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ 5. Mengisi/ mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit Menurunkan kehilangan cairan Mengobati infeksi supuratif lokal b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya intake dan menurunnya absorpsi makanan dan cairan Tujuan Anak akan toleran dengan diit yang sesuai yang ditandai dengan: • Berat badan dalam batas normal • Tidak terjadi kekambuhan diare Intervensi Rasional Mandiri 1. Timbang berat badan anak setiap hari 2. Monitor pemasukan dan pengeluaran 3. Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan makanan yang sesuai dengan diit dan usia dan atau berat badan anak 4. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan 5. Bagi bayi, ASI tetap diteruskan 6. Bila bayi tidak toleran terhadap ASI, berikan susu formula yang rendah laktosa 1. Memberikan informasi tentang diit dan keefektifan terapi 2. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi 3. Diit yang tepat penting untuk penyembuhan 4. Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makan 5. Mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat penyembuhan 6. Mengurangi malnutrisi c. Kerusakan integritas kulit b.d kurang pengetahuan Tujuan: Orangtua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak Intervensi Rasional Mandiri 1. Kaji tingkat pemahaman orangtua 2. Jelaskan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan 3. Jelaskan tentang pentingnya kebersihan (misal, cuci tangan) 4. Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare 1. Hal ini mempengaruhi orangtua untuk menguasai tugas dan melakukan tanggung jawab perawatan 2. Memberikan dasar pengetahuan dimana orangtua dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan 3. Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko infeksi serta iritasi kulit dan jaringan 4. Diit yang tepat penting dalam penyembuhan DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. 2. Etiologi a. Virus dengue sejenis arbovirus. b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. 3. Patofisiologi Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. 4. Tanda dan gejala a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. f. Sakit kepala. g. Pembengkakan sekitar mata. h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). 5. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Effuse pleura d. Penurunan kesadaran. 6. Klasifikasi a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah. d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba. 7. Pemeriksaan penunjang a. Darah • Trombosit menurun. • HB meningkat lebih 20 % • HT meningkat lebih 20 % • Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 • Protein darah rendah • Ureum PH bisa meningkat • NA dan CL rendah b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). • Rontgen thorax : Efusi pleura. • Uji test tourniket (+) 8. Penatalaksanaan a. Tirah baring b. Pemberian makanan lunak . c. Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter. d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik, e. Anti konvulsi jika terjadi kejang f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR). g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari. B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi : a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya). b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien. c. Kaji riwayat keperawatan. d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran). 2. Diagnosa keperawatan . Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan 3. Intervensi Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan : a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam. Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal Intervensi : 1. Kaji KU dan kondisi pasien 2. Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR ) 3. Observasi tanda-tanda dehidrasi 4. Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus 5. Balance cairan (input dan out put cairan) 6. Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak 7. Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. Tujuan : Hipertermi dapat teratasi Kriteria hasil : Suhu tubuh kembali normal Intervensi : 1. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh 2. Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak 3. Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat 4. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun. 5. Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari 6. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat Intervensi 1. Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi 2. Timbang berat badan klien tiap hari 3. Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering 4. Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual 5. Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi). 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik. 7. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat Kriteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakit DHF 1. Kaji tingkat pendidikan klien. 2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF 3. Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes. 4. beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya. 5. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia. Tujuan : Perdarahan tidak terjadi Kriteria hasil : Trombosit dalam batas normal Intervensi 1. Kaji adanya perdarahan 2. Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR) 3. Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan. 4. Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien 5. Monitor hasil darah, Trombosit 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena. f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Shock hipovolemik dapat teratasi Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis. Intervensi : 1. Observasi tingkat kesadaran klien 2. Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR). 3. Observasi out put dan input cairan (balance cairan) 4. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi 5. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan. 4. Evaluasi. Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan. Evaluasi : a. Suhu tubuh dalam batas normal. b. Intake dan out put kembali normal / seimbang. c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat. d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi. e. Pengetahuan keluarga bertambah. f. Shock hopovolemik teratasi KEJANG DEMAM A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. 2. Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya). a. Intrakranial Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular Infeksi : Bakteri, virus, parasit Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz. b. Ekstra kranial Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K) Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus. c. Idiopatik Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits) 3. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. 4. Manifestasi klinik Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu : a. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion) b. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit. c. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
5. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
6. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.

c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
7. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.

8. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
• Usahakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
• Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
• Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
• Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
• Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
• Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
• Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
• Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
• Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
• Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
• Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
• Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
• Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a. Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b. Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d. USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e. Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
f. Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
c. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
e. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan :
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil :
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.


Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

3. EVALUASI
a. Cidera / trauma tidak terjadi
b. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
c. Aktivitas kejang tidak berulang
d. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
e. Pengetahuan keluarga meningkat


THYPOID

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1. Klorampenikol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.




3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan :
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi :
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil :
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan :
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi :
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan :
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.

Intervensi :
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya :
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.





BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. (Suriadi,Rita Yuliani, 2001). Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi : Diare akut, diare persiten, disentri. Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis. Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu: (1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah; (2) Suhu tubuh meninggi; (3) Feces encer, berlendir atau berdarah; (4) Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu; (5) Anus lecet; (6) Muntah sebelum dan sesudah diare; (7) Gangguan gizi akibat intake makanan kurang; (8) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering. Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk memperoleh hasil yang baik pengobatan harus rasional.
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Tanda dan gejala: (1) Demam tinggi selama 5 – 7 hari; (2) Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi; (3) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma (4) Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri; (5) Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati; (6) Sakit kepala; (7) Pembengkakan sekitar mata; (8) Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening; (9) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang– kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000: 434 ). Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994). Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

B. SARAN
1. Dibutuhkan perbanyakan literature dalam penulisan makalah.
2. Bagi pustakawan yang lain, semoga makalah ini dapat dijadikan referensi dan masukan untuk memaksimalkan fungsi perpustakaan dilembaga masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, Aziz Alilmul. 2005. Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Departeman Kesehatan.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Supartini, Yupi. 2007. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, L Donna dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Edisi Ke 4. Jakarta: EGC.
Wong, L Donna dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Edisi Ke 6. Jakarta: EGC.
Sumber : http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan_keperawatan_anak_dengan_dhf.html
Sumber : http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak dengan_2591.html


http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan_keperawatan_anak_dengan_dhf.html

Sabtu, 12 Februari 2011

baru bangun tidurr

met pagiiii...
rasanya hari ini adalah hri yang paling malas seduniaa...
khususnya unt aq
rasanya udah ga ada semangat lagi untuk bangun dan mandi
bahkan untk bukak pintu jendela pun aq ,malas

koleksi cerita lucu KU

Rahasia umur sapi monyet dan anjing manusia
Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor sapi. Tuhan berkata kepada sang sapi. Hari ini kuciptakan kau sebagai sapi, engkau harus pergi ke padang rumput. Kau harus bekerja di bawah terik matahari sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun. Sang Sapi keberatan. Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun. Kiranya 20 tahun cukuplah buatku. Kukembalikan kepadamu yang 30 tahun. Maka setujulah Tuhan.
Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet. Hai monyet, hiburlah manusia. Aku berikan kau umur 20 tahun! Sang monyet menjawab “What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa? 10 tahun cukuplah. Kukembalikan 10 tahun padamu.” Maka setujulah Tuhan.
Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing. Apa yang harus kau lakukan adalah menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap orang mendekat kau harus menggongongnya. Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun. Sang anjing menolak: “Menjaga pintu sepanjang hari selama 20 tahun? No way! Kukembalikan 10 tahun padamu”. Maka setujulah Tuhan.
Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia. Sabda Tuhan: “Tugasmu adalah makan, tidur, dan bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau akan menikmatinya. Akan kuberikan engkau umur sepanjang 25 tahun! Sang manusia keberatan, katanya, “Menikmati kehidupan selama 25 tahun? Itu terlalu pendek Tuhan.
Let’s make a deal. “Karena sapi mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun, dan monyet mengembalikan 10 tahun usianya padamu, berikanlah semuanya itu padaku. Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun. Setuju?” Maka setujulah Tuhan.
Akibatnya…
Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia dijalankan kita makan, tidur dan bersenang-senang.
30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi kita harus bekerja keras sepanjang hari untuk menopang keluarga kita.
10 tahun kemudian kita menghibur dan membuat cucu kita tertawa dengan berperan sebagai monyet yang menghibur.
Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal di rumah, duduk di depan pintu, dan menggonggong kepada orang yang lewat. Uhuk, uhuk (batuk)… Eh, Ntong, mo ke mane lo? Hehehe…

Jumat, 11 Februari 2011

awal ku menulis di blog :)

bingung harus mulai darimana
apa harus dengan berkata
hai
hallow
atau
apa kabar
hmmmm
tapi untuk berkat "aku mencintaimu" tak pernah aku bingung untuk mengatakannya pada mu mama...
sebab kata-kata itu sudah tertanam di dalam hatiku sejak aku di lahirkan..
aku tau selama ini aku belum bisa buatmu bahagia
dan aku berharap aku bisa bahagiakan mu dan itu tak luput dari do@ dan restu yang kau berikan untuk ku bisa bahagiakan mu
"mama" aku janji akan slalu bahagiakan mu, aku tak akan biarkan airmata di pipi mu menetes dan terbuang karena kesedihan..
airmata itu hanya pantas kau teteskan untuk sebuah kebahagiaan yang kan kau dapatkan dari q..
:) LOVE U MOM